MALANG KOTA– Tak akan banyak produk peraturan daerah (perda) baru di Kota Malang sepanjang 2016 ini. Penyebabnya, proses pembuatan perda masih terganjal dengan terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 80 Tahun 2015.

Dalam bab I, pasal 1, poin 25 Permendagri tersebut menyebut, setiap pembuatan perda wajib melalui proses pendampingan dari tim asistensi atau konsultan dari Kemendagri RI. Permendagri itu baru berlaku pada Desember 2015. Padahal, sudah ada empat rancangan perda (ranperda) yang sudah dilempar Pemkot Malang ke DPRD Kota Malang.

Empat ranperda itu yakni, soal air limbah, penyelenggaraan usaha konstruksi, pengelolaan barang milik daerah, dan penyelenggaraan penanggulangan bencana. Empat ranperda itu sudah diproses di eksekutif. Hanya saja belum mendapat pendampingan dari konsultan Kemendagri. Sehingga, proses ranperda harus dimulai lagi dari nol sembari menunggu jadwal dari konsultan.

Ironisnya, untuk se-Jawa Timur, hanya ada 14 konsultan yang ditunjuk Kemendagri. Padahal 14 konsultan ini harus melakukan pendampingan langsung terhadap 38 kota/kabupaten. Artinya, setiap daerah harus antre menunggu giliran mendapat pendampingan. Karena konsultan ini tidak bisa hanya cek dokumen saja. Tugas konsultan ini harus terlibat langsung sejak proses pembuatan naskah akademik hingga jadi draf ranperda. Bahkan, ketika ranperda dilempar ke dewan, konsultan terus mengawal. Termasuk ketika dewan harus studi banding untuk proses pembuatan perda itu, konsultan harus ikut. Tugas konsultan berakhir sampai perda itu sudah disahkan di paripurna.

Ketua Badan Legislasi (Banleg) DPRD Kota Malang Ya’qud Ananda Gudban mengakui, macetnya pembuatan perda karena ada aturan baru yang ketat itu. ”Perubahan ini cukup fundamental. Untuk menyusun, perlu ada persamaan persepsi juga antara tiga pihak, yaitu eksekutif, legislatif, dan tim Kemendagri,” kata Nanda, sapaan akrabnya.

Yang membuat lama, imbuh Nanda, setiap daerah harus antre berebut menunggu giliran mendapat pendampingan dari konsultan yang jumlahnya hanya 14 orang se-Jatim itu.

Dia mencontohkan, Kota Malang sudah mengajukan pembahasan prolegda (program legislasi daerah) pada Januari lalu. Namun, tanggapan dari Kemendagri baru datang Maret lalu. ”Belum lagi, nantinya usulan itu masih harus ditelaah oleh provinsi selama 15 hari. Jadi kalau molor dan mundur itu pasti,” tambahnya.

(lil/c1/abm)

 

Similar Posts