Malang Kota – Malaikat penjaga Firdaus.
Wajahnya tegas dan dengki
dengan pedang yang menyala
menuding kepadaku.
Maka darahku terus beku.
Maria Zaitun namaku.
Pelacur yang sengsara.
Kurang cantik dan agak tua.

Demikian penggalan puisi karya sastrawan WS Rendra berjudul Nyanyian Angsa. Puisi panjang tersebut menceritakan tentang penderitaan seorang pelacur yang bertobat tetapi tidak diterima oleh masyarakat. Dibacakan oleh seniman Kota Malang Dewi Nur Haliza, puisi tersebut menjadi salah satu rangkaian pertunjukan dalam gelaran Mbulan Andadari Badut.
Ini merupakan gelaran kedua festival bulan purnama di pelataran Candi Badut, Kabupaten Malang. Bulan purnama kali ini, baik jumlah penampil dan penonton lebih banyak. Masih dengan nuansa kesederhanaan, penyelenggaraan seni-tradisi masyarakat setempat di altar candi itu dilengkapi dengan panggung, lighting, dan soundsystem yang sederhana. Lilin-lilin yang dinyalakan di sekeliling candi membuat suasana malam semakin syahdu.
Bukan hanya pembacaan puisi, beragam kesenian ditampilkan. Di antaranya tari Remo, tari kreasi dari Budi Ayuga Dancer, seni bantengan dari kelompok Gemulo Singo Menggolo, Karangbesuki, kolaborasi monolog-gerak-musik akustik yang dibawakan seniman Syamsu dan Meilia, hingga kidungan dan parikan oleh Cak Marsyam.
“Umur bumi ini sudah berjuta tahun, termasuk rembulan. Tetapi sejak diterangi listrik, rembulan kita lupakan,” ujar Prof Djoko Saryono yang hadir memberikan orasi budaya. Menurut dia, keberadaan festival bulan purnama itu mengajak masyarakat merasakan kehadiran rembulan kembali. Sebab, rembulan merupakan tanda kebahagiaan. (lil)

 

Similar Posts